DWS Berniat Optimalkan Potensi Susu Kambing Sleman

Sleman, 26/8 – YKNews.ID – Permintaan susu kambing segar untuk wilayah Sleman terus mengalami peningkatan dan belum dapat dipenuhi oleh peternak setempat. Imam Jatmiko, salah satu peternak di Kemirikebo, Turi, Sleman menyatakan, di wilayah Turi saja, kebutuhan mencapai 2500 liter perhari dan baru sekitar 25 hingga 35 persen kebutuhan susu kambing dapat dipenuhi oleh peternak.
Imam yang membudidayakan kambing jenis Saanen asal Swiss itu mengaku hingga kini sejumlah pabrik pengolahan susu kambing masih harus mendatangkan sebagian bahan baku dari luar wilayah Sleman. Dengan harga perliter yang mencapai Rp16ribu, potensi ekonomi yang lepas akibat masuknya susu dari luar wilayah itu cukup besar.
“Ceruk pasarnya masih sangat besar, permintaan masih selalu kurang, perlu lebih banyak lagi jumlah ternaknya,” kata Imam saat ditemui di kandang kambingnya, Selasa (25/8).
Menurut kalkulasi Imam, volume susu yang dibutuhkan akan terus meningkat jika melihat dari semakin bertambahnya industri pengolahan. Sementara, kemampuan peternak untuk memasok susu kambing masih terseok-seok karena berbagai hal.
Imam yang saat ini memiliki 50 ekor kambing perah itu mengaku optimistis, peluang usaha budidaya kambing susu di Sleman masih dapat berkembang. Selain jumlah ternak, dia menyebut harus ada terobosan teknologi peternakan dan seleksi jenis kambing, pakan dan manajemen agar Sleman dapat berbicara lebih dalam persaingan pasar susu kambing.
“Cita-cita terbesar saya mengolah susu UHT (Ultra High Temperature), untuk itu kapasitasnya harus besar, setidaknya butuh 100 ribu ekor kambing untuk memasok kapasitas mesin,” katanya.
Tidak seperti kebanyakan peternak yang memelihara Ettawa, sarjana psikologi lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) itu membudidayakan peranakan kambing Saanen silangan Ettawa karena kemampuan produksi susunya yang lebih baik dari jenis Ettawa. Dengan pemilihan pakan, pengelolaan kandang dan diet ketat, kambing di peternakan ini mampu menghasilkan 2,5 hingga 3 liter susu perekor. Lebih banyak ketimbang Ettawa yang rata-rata menghasilkan 1.5 liter perekor perhari.
Secara kualitas, Imam juga menyebut susu kambing dari peternakan seluas 2000 meter itu lebih baik. Kualitas susu ditetapkan menggunakan satuan berat jenis (bj) yang diketahui dari hasil uji laboratorium.
“Saanen mencatat angka bj 33, lebih tinggi dari catatan Ettawa yang biasanya bj 27,” kata Imam.
Kendati memiliki potensi besar, menurut Imam hasil perahan juga sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Disiplin menimbang pakan dan pemilihan jenis pakan harus dilakukan. Selain itu, kebersihan dan desain kandang juga turut menentukan kualitas susu.
“Untuk peternak kambing susu, kuncinya adalah pakan. Jadi apa yang diberikan sebagai pakan itu adalah cermin dari bagaimana kualitas dan volume susu yang akan dihasilkan,” tegasnya.
Melihat potensi dan hambatan yang dihadapi, Bakal Calon Bupati Sleman Danang Wicaksana Sulistya (DWS) menyatakan, harus ada langkah-langkah kolaboratif. Menurut dia, potensi susu kambing yang besar, minat peternak yang tinggi, dan peluang pasar yang terbuka lebar harus disambut bersama.
“Ini sejalan sekali dengan konsep food estate Presiden Jokowi. Saya sangat siap untuk berdiskusi lebih lanjut, ikut mencari formulasi untuk tata kelola budidaya dan produksi susu kambing,” kata DWS kepada Imam melalui telepon.
DWS yang tidak lain adalah senior Imam di kampus menyatakan, Sleman membutuhkan peta jalan yang sedikit kompleks untuk membangun perekonomian. Dengan potensi bahaya seperti gunung berapi dan ancaman fluktuasi industri wisata, dia menyebut Sleman perlu melakukan diversifikasi jenis usaha agar tak mudah terpukul.
Kepada DWS, Imam menyampaikan kesulitan peternak untuk memperoleh indukan kambing berkualitas yang sejauh ini masih harus mendatangkan dari luar negeri. Dia berharap, suatu saat Sleman dapat menjadi sentra susu kambing jika persoalan sumber indukan kambing dapat diselesaikan bersama-sama.
Tidak hanya food estate dan penguatan ekonomi terhadap berbagai potensi perlambatan, susu kambing disebutnya juga dapat dijadikan salah satu kunci menekan angka stunting atau kekerdilan yang relatif masih tinggi di Sleman.
“Salah satu yang kita harus pikirkan bersama adalah besarnya angka stunting. Menurut catatan tahun 2018, Sleman masih memiliki 11 persen anak tumbuh kerdil, ini harus kita tekan,” kata DWS.
DWS dan Imam bersepakat untuk membicarakan persoalan budidaya kambing susu ini lebih lanjut. Imam berharap, masa depan susu kambing di Sleman dapat diperjuangkan karena selain berbagai potensi yang menjanjikan, budidaya kambing juga dapat membantu peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar sentra budidaya.